Sebagaiamana saat-saat kita kehilangan seseorang, tentu sakit rasanya
bukan? Apalagi jika kita ditinggalkan oleh skala komunitas yang terdiri dari
ragam dan sifat individu. Perpisahan memang beda dengan pertemuan, apalagi soal
hak dan kewajiban. Jika hak boleh dipinta, kenapa tidak kewajiban dahulu yang
ditunaikan.
Bagiku, indahnya kebersamaan adalah saat-saat kita ikhlas menjalani setiap
peristiwa dalam suka maupun duka. Tertawa, menangis, melangkah, berlari, saling
mengingatkan, beban, riang, sepi, ramai,... kita alami bersama, hingga akhirnya
mengguratkan kepuasan dan tak lama kemudian menjadi kebahagiaan, lalu kita
sadar, menganggap semua adalah bumbu-bumbu kehidupan.
Perbedaan adalah anugrah, tapi tak jarang juga malah menjadi sumber friksi
dan perpecahan, tentunya bila kita kurang peduli, tak menyadari bahwa perbedaan
itu adalah kekayaan. Lantas, malah lelah terkecoh oleh perbedaan sendiri. Jika
demikian, perbedaan malah akan berlari, berputar-putar bak bola salju, tak
jarang membuat gaduh lalu hancur berantakan saat menghantam pepohonan atau
masuk jurang sekalian. Kenapa tidak dihias, dibuat dua bulatan, yang satu besar
lainya kecil lalu ditumpuk seperti boneka Natal di daratan Eropa saat musim
salju tiba, Indah bukan?! Lantas, selagi masih banyak persamaan kenapa
perbedaan harus selalu dipermasalahkan.
Aku adalah bagian dari komunitas dan begitupula sebaliknya. Maka dari
pernyataan itu dengan bangga meyakinkan bahwa aku adalah bagian dari KPMJB. Dari
dulu hingga saat ini aku menganggap bahwa komunitasku ini merupakan komunitas
yang cukup kaya. Kaya dengan anggota, kaya dengan sifat, budaya, seni, bahkan suku
dan bahasa yang jarang kita temui di komunitas serupa semacam KPMJB.
Jangan ditanya soal kaya harta, jatah temusnya saja mencapai 11 orang,
"menurutku saat itu...”
Aku yang dilahirkan di Tasikmalaya kemudian pindah merantau ikut keluarga
ke kota Tauco, Cianjur. Tak lama kemudian mondok di Garut beberapa tahun
lamanya. Setinggalnya di Cianjur, tak jarang kami pergi wisata ke Pelabuhan
Ratu, Sukabumi, Bandung, Purwakarta, Bogor bahkan Bekasi. Sayangnya ayahku tak
sempat membawaku pergi ke Ibukota Jakarta atau ke Banten memperkenalkanku
dengan komunitas suku Betawi atau suku Baduy di pedalaman Banten sana. Walaupun
akhirnya sempat juga menghirup udara ibu kota saat tugas KKN dahulu.
Saat tinggal di Tasikmalaya, kami sering pergi wisata ke Ciamis,
Pangandaran tepatnya. Bahkan hampir tiap tahun kami wisata ke Cirebon. Mengunjungi
situs-situs sejarah, ziarah makam Sunan Gunung Jati, Mesjid Agung,
musium-musium kerajaan dan berbagai tempat lainya. Sebagaiaman terdapat dalam
buku sejarah bahwa Islam di Jawa Barat salahsatunya bersumber dari kota ini. Selanjutnya,
untuk melepas penat, kamipun selalu menyempatkan mampir ke taman Ade Irma menikmati
indahnya taman di pesisir pantai dekat pelabuhan, terletak diantara laut dan pinggir
kota Udang itu.
Di Cirebonlah pertama kali keluargaku memperkenalkan aku dengan komunitas baru,
terlebih bahasa dan budayanya. Mereka adalah komunitas Jawa—Jawa Barat.
Walaupun berbeda bahasa, mereka sangat akrab duduk bareng dengan tamu-tamu, dan
satu-satunya cara kami mejalin komunikasi dengan mereka, yaitu dengan bahasa, ya...dengan
bahasa Indonesia. Di tengah perjalanan itu, seolah-olah keluargaku sedang
berpesan kepadaku yang masih udik saat itu, jangan sampai kamu melupakan
sejarah! persis seorang Sukarno berpesan kepada rakyatnya "jangan lupakan jas
merah!”
Kuningan. Kota ini mengingatkanku kepada seorang paman. Seorang dosen tapi juga
hobi fotografi. Seringkali dia menceritakan beberapa pengalamanya saat-saat
pergi ke hutan atau ke gunung menjalankan hobinya itu, seru! Atau, kota ini
juga mengingatkanku pada waduk, ya..waduk Darma, cukup indah dan letaknyapun
strategis tepat disamping jalan raya. Bagi yang hobi swiming ditemani
ikan "keramat” sebesar orok, Cibulanlah tempatnya. Airnya bening, alami,
lantainya dari bebatuan tepat dibawah pohon rimbun berakar menggurita, indah
tapi kadang serem juga!
Berbatasan dengan Ciamis ada Majelngka. Tahukah kawan, jika di kota ini
pertama kalinya aku naik becak! Atau saat bertualang jalan kaki
Tasik-Majalengka menyusuri perbukitan lalu camping di puncak kebun teh
dekat Cakrabuana. Dan ternyata kawan, jika anda berada di atas gunung, maka
semuanya seolah beredekatan. Di kaki barat ada Bandung, selatan sedikit
Sumedang, pinggirnya lagi Subang lalu Kuningan. Dan aku sendiri hampir tak
menyadari jika saat itu telah berdiri di tanah Majalengka. Seru..!
Setibanya di Mesir, selain almamater, KPMJB merupakan komunitas yang
pertamakali dikenalkan kakak kelas. Keakraban, persaudaraan, sangat lekat di
komunitas ini. Bahkan boleh diblang sedikit seriusnya. Walaupun demikian,
Konon, KPMJB seringkali dimintai pendapat/konsultasi oleh beberapa organisasi
lain sebelum mereka memutuskan sesuatu khusunya soal mainstream. Terang saja,
malah salah satu warganya malah tercatat sebagai founding father SGS
PPMI, dan itu menunjukan bahwa KPMJB punya ketegasan.
Jika dahulu pernah keliling tanah Jawa Barat, setidaknya warna-warni sifat
masyarakatnya bisa kita lihat di komunitas ini. Baik dari cara bergaul, logat
bicara, sifat, budaya, bahkan pemikiranya. Seolah-olah tiap individu mewakili
tiap daerah asal masing-masing. Jika berkumpul, baik perbedaan maupun persamaan
muncul dengan sendirinya. Tapi toh jika niatnya baik semua dapat saling
melengkapi, bersatu padu demi kemaslahatan dalam ikatan persaudaraan, unik malah.
Persaudaraan memang sulit untuk dipisahkan, sekalipun ada perbedaan, dan
itu hak providensil Tuhan. Itu yang selalu aku rasakan. KPMJB memang pernah berbuat rasis, kapan?
Yaitu saat tradisi nobar diselenggarakan, terutama saat Ac Milan menjamu
Madrid, bahkan saking rasisinya aku pernah di smack down kala Milan
membalas kekalahan, padahal jelas-jelas aku adalah pendukung Liverpool, mengerikan!
Tapi tetap saja aku tertawa-tawa riang.
Setahuku, kesanku dahulu, sekarang, bahkan yang akan datang, tetap, KPMJB
bukanlah kelompok kajian, club olahraga, bukan pula sanggar seni musik atau theater
puisi. Apalagi ditunggangi partai politik. Jikapun salah satunya ada, menurutku
itu hanyalah bagian, wadah kreasi atau semacamnya tapi bukan tujuan utama.
Mungkin lebih tepatnya, KPMJB adalah sebuah organisasi yang berdiri pada
tanggal 10 November 1977 ini, tak lain sebagai perwujudan rasa kebersamaan
selaku orang Jawa Barat, sekaligus sebagai refleksi keakraban serta kekompakan
dalam meraih kesuksesan yang dicita-citakan.
Selain berorientasi menumbuhkan rasa persaudaraan dan ukhuwah Islamiyyah berdirinya
organisasi kekeluargaan ini sama sekali bukanlah untuk menumbuhkan fanatisme
kesukuan di kalangan warga Jawa Barat dalam berinteraksi dengan sesama masyarakat
Indonesia di Mesir. Sebagaimana misi utamanya: "Perwujudan organisasi sebagai
wahana aspirasi dan pelatihan anggota dalam kegiatan pendidikan, sosial dan
dakwah Islamiyah.”
|