Namun keberadaan wanita di tengah-tengah masyarakat seolah menjadi salah
satu problem yang tidak pernah tuntas didiskusikan, ia seolah menjadi isu
sosial yang menarik sejak zaman dahulu hingga saat ini. Masalah itu tetap tidak
akan pernah tuntas, selama wanita diperlakukan dan memperlakukan dirinya dengan
menyalahi fitrah mereka, wanita dihinakan, dipuja bahkan menjadi tuntutan
kesetaraan di segala bidang. Berbagai istilah yang sering kita kenal dengan
emansipasi, kesetaraan gender serta karirisasi seakan tidak pernah menemukan
titik temu dengan hukum tuhan yang melindunginya, istilah-istilah tersebut
seolah bayangan semu membebaskan wanita dari peran aslinya serta mengorbankanya
di tengah pergolakan global.
Meski telah banyak tokoh wanita yang
memperjuangkan pergerakan kewanitaan, namun
pada mulanya Propaganda gerakan tersebut muncul dari pihak laki-laki dan
hanya sedikit saja peran wanita. Awalnya gerakan emansipasi hanyalah seruan
kepada pemerintah untuk memperhatikan kesempatan pendidikan akademis bagi kaum
perempuan, namun sayannya seiring dengan banyaknya pengaruh serta stigma
negatif yang menyertainya, gerakan emansipasi seolah menjadi gerakan yang
kehilangan arah, hal itu tentunya sengaja di buat oleh beberapa kalangan yang
ingin memanfaatkan peran wanita dengan memanfaatkan serta merubah orientasi
gerakan tersebut menjadi suatu gerakan yang kebablasan.
Dalam sejarah perjalanan umat manusia, sikap ambivalen terhadap posisi
wanita tidak pernah berakhir. Barat contohnya, hal ini merupakan provokasi dari
kaum sekuler, pemahaman salah dari agama -agama ghairul Islam (non
Islam) filsafat serta kepentingan politik.
Masih terngiang bagaimana barat mendeskriditkan posisi wanita, sebaimana
yang dikatakan pendeta Paus Tertulianus misalnya, "Wanita merupakan pintu
gerbang syeitan, masuk ke dalam diri laki-laki untuk merusak tatanan Ilahy dan
mengotori wajah Tuhan yang ada pada laki-laki.” Sedangkan Paus Sustam
mengatakan, "Wanita secara otomatis membawa kejahatan, malapetaka yang
mempunyai daya tarik, bencana terhadap keluarga dan rumah tangga, kekasih yang
merusak serta malapetaka yang menimbulkan kebingunggan”.
Belum lagi posisi wanita yang sering kali dimanfaatkan secara komersil di berbagi ruang lingkup khususnya media-massa. Sebagaimana
Yvone Ridley seorang jurnalis Ingris yang kini menjadi seorang pejuang feminis
Islam menungkapkan "mereka menampilkan citra wanita yang penuh glamour—sensual
dan fisikal. Dengan kata lain, penuh sensasi, dan tentu nggak ketinggalan,
bodi! (Emansipasi; Madu atau Racun), dalam
ari kata Kesetaraan gender yang disuarakan barat hanyalah sebuah perbudakan
wanita di balik eufisisme pemasaran.” Ujarnya.
Secra umum buku ini akan menungkap bagaimana posisi wanita diantara naungan
dan pandangan Islam berdasarkan hak serta kewajibanya sebagai wanita, serta
sangkalan terhadap stigma barat terhadap Islam yang seringkali di sebut sebagi
"pengisolasian wanita” dan doktrin mereka yang seringkali memposisikan wanita
dalam kesteraan gender yang kebablasan. Selamat membaca.
|